Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
politik
yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik
secara langsung (demokrasi langsung) atau
melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía)
"kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos)
"rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk
pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara
kota Yunani Kuno, khususnya Athena,
menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon
kepada masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Dengan
adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran
dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi
memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya
belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki
saja. Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya
bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara
demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme,
dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.
Bagi Gus
Dur, landasan demokrasi adalah keadilan,
dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi
atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai
dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti
setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak
tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai
hal tersebut.
|
Sejarah demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk
sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia.
Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara
kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat
seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun
diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani
membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern.
Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan
independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang
berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki,
tirani
dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba
sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas
dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair
dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi
dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.
Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes,
seorang bangsawan
Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan
sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat
dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya
seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510
SM hingga 27
SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan
dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan
perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.
Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan
demokrasi perwakilan.
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap
rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam
sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu
kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik
yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya
demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus
diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem
ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan
mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain
itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat
modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan
politik negara.
Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan
umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi
mereka.
Prinsip-prinsip demokrasi
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya
dalam kebijakan politik dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari
berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi
Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi
yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya,
prinsip-prinsip demokrasi adalahh:
- Kedaulatan rakyat;
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
- Kekuasaan mayoritas;
- Hak-hak minoritas;
- Jaminan hak asasi manusia;
- Pemilihan yang bebas dan jujur;
- Persamaan di depan hukum;
- Proses hukum yang wajar;
- Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
- Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Asas pokok demokrasi
Gagasan
pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia,
yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.
Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
- Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
- Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis
Pemilihan umum
secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik Dalam perkembangannya,
demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara
di dunia.
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
- Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
MASYARAKAT
MADANI
Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat
sipil (civil society) yang mandiri dan demokratis. Madani lahir dari proses
penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dan air. Masyarakat madani
memiliki banyak kesamaan istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan
peran yang berbeda satu dan yang lainnya.
Untuk pertama kalinya istilah
“masyarakat madani” di munculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana
mentri Malaysia. Menurut beliau, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang
subur berdasarkan perinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang,
dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Adapun peranannya sebagai berikut :
1.
Sebagai
pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
2.
Sebagai advokasi
bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan
mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau
di PHK secara sepihak dan lain-lain)
3.
Sebagai kontrol
terhadap negara
4.
Menjadi kelompok
kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group)
5.
Masyarakat madani
pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak
dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi
warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan
hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi,
kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi
lainnya.
Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk
masyarakat madani yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan
agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan masyarakat madani di Indonesia,
maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang
cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif,
dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan,
menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan
bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi mass
media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara
profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan,
mampu dan mau silih asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia
saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa mendatang dan sebagainya.
Ada
beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.
Free public sphere (ruang publik yang
bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik,
mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2.
Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan
prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa
kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk
berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari
orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar
demokrasi yang meliputi : (1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
3.
Toleransi, yaitu kesediaan individu
untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam
masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas
yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan
menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa
kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha
Kuasa.
5.
Keadilan sosial (social
justice), yaitu
keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta
tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6.
Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat
yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi
penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian
berpolitik yang bertanggungjawab.
7.
Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan
jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya
setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya
menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani
bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat
madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan
perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju
yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa
prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya
democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara
demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung
nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila
diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan
dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya modal
manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi
terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya
kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi
dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses
terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan
kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat
dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan
publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar
kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai
perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya
sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan
sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan,
kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang
memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur,
terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan
berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat
“sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti
demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa
rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani
(lihat DuBois dan Milley, 1992). Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan
yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan
semangat negara-bangsa:
1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin
mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun
yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan
mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi
dan keadilan sosial.
2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling
penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum
mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka
mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang
berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk
memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena,
seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan,
pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.” Sebaliknya,
rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras
tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu
klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari
ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual,
organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras
berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi
ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya
menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat
dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan
larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
3. Elitisme
dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap
strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise.
Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian
dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau
sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
Sementara itu komunalisme adalah perasaan superioritas yang berlebihan terhadap
kelompoknya sendiri dan memandang kelompok lain sebagai lawan yang harus
diwaspadai dan kalau perlu dibinasakan.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya
kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat
suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan
diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam
kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. ebelumnya kita harus
mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana
cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa
saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman
Rasullullah. Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat
pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi
yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan
masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang
dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun
agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar